-->

UJI HA CEPAT DAN HA LAMBAT, UJI HI CEPAT DAN HI LAMBAT, UJI PRESIPITASI AGAR, DAN INOKULASI VIRUS PADA TELUR AYAM BEREMBRIO

UJI HA CEPAT DAN HA LAMBAT, UJI HI CEPAT DAN HI LAMBAT, UJI PRESIPITASI AGAR, DAN INOKULASI VIRUS PADA TELUR AYAM BEREMBRIO

I. TUJUAN
a. Mengetahui prosedur, mekanisme, kegunaan dari HA dan HItest terhadap virus ND
b. Mengetahui cara uji presipitasi agar
c. Mengetahui ikatan kompleks antara Ab spesifik terhadap antigen
d. Mengetahui cara inokulasi virus pada telur ayam berembrio


II. TINJAUAN PUSTAKA

v VIRUS

Virus adalah suatu unit nonseluler yang minimal mempunyai protein dan asam amino. Virus berbeda dengan mikroorganisme lain karena sifat-sifat berikut yaitu virus hanya mengandung salah satu asam nukleat saja, DNA atau RNA. Untuk reproduksinya hanya memerlukan asam nukleat saja. Virus tidak memiliki kemampuan untuk memperbanyak diri di luar sel hidup. Di luar sel hospes, virus terdapat sebagai partikel virus yaitu virion. Virion terdiri dari asam nukleat dan selubung proteinnya yang disebut kapsid. Partikel virus ini disebut nukleocapsid. Nukleokapsid ada yang dalam keadaan telanjang dan ada yang terbungkus oleh suatu membran selubung. Sebagai contoh nukleokapsid yang telanjang dapat ditemukan virus Mosaik tembakau, virus kutil dan Adenovirus. Dan sebagai contoh nukleokapsid yang dibungkus membran sel selubung ialah virus influenza dan virus herpes. Virus dapat merusak seluruh kompleks sel dan menimbulkan kerusakan jaringan, bercak-bercak nekrosis dan piringan lisis. Lazimnya hospes virus yaitu tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme( Schlegel, 1994 ).

v VIRUS NEWCASTLE DISEASE
Newcastle disease (ND) merupakan suatu penyakit pernafasan dan sistemik, yang bersifat akut dan mudah sekali menular yang disebabkan oleh virus yang menyerang berbagai jenis unggas terutama pada ayam. Penyakit ini juga dikenal dengan berbagai nama, yaitu Pseudofowl pest, Pseudovogel pest, Atypishe geflugelpest, Pseudopoultry plaque, avian pest, Avian distemper, Ranikhet dusease, Tetelo disease, Korean fowl plaque dan Avian pneumoencephalitis. Newcastle disease merupakan suatu penyakit yang bersifat komplek, oleh karena isolat dan strain virus yang berbeda dapat menimbulkan variasi yang besar dalam derajat keparahan dari penyakit, termasuk pada spesies unggas yang sama, misalnya ayam (Tabu,2000).
Virus ND dapat diidentifikasi dengan melihat morfologinya menggunakan mikroskop elektron dan dapat dengan uji serologis. Uji serologis yang dapat dipakai antara lain hemaglutinasi (HA), hambatan hemaglutinasi (HI), netralisasi virus dalam embrio ayam, netralisasi virus dalam kultur sel, MIT test, Egg bit, ELISA, agar gel presipitasi (AGP). Sedangkan antigen virus dapat dilacak dengan tehnik immunohistokimia dan immunofluorescence (Stephen, 1980).
Penyakit ini disebabkan virus ND yang tergolong genus Avian Paramyxovirus dan famili Paramyxoviridae yang merupakan virus RNA yang mempunyai genom single strainded (ss) dengan polaritas negatif. Paramyxovirus berbentuk sangat pleomorfik biasanya berbentuk bulat dengan diameter 100-500 nm, tetapi ada juga yang berbentuk filamen. Virus yang tergolong genus paramyxovirus dapat dibedakan dari virus lainnya oleh karena adanya aktifitas neuraminidase yang tidak dimiliki oleh virus lain pada famili Paramyxoviridae. Virus ND mempunyai aktifitas biologik yaitu kemampuan untuk mengaglutinasi dan menghemolisis sel darah merah atau fusi dengan sel-sel tertentu, mempunyai kemampuan neuraminidase dan kemampuan untuk bereplikasi di dalam sel-sel tertentu(Tabu, 2000).
Berdasarkan atas kesamaan antigenik pada uji hemaglutinasi inhibisi (HI), maka dikenal 9 serotipe Avian Paramyxovirus, yaitu paramyxovirus tipe 1 (PMV-1) sampai PMV-9. Diantara 9 serotipe tersebut maka virus ND termasuk dalam PMV-1 yang merupakan virus yang terpenting pada unggas. Avian Paramyxovirus tipe-2 (PMV-2) dapat ditemukan pada burung, termasuk burung peliharaan dan jarang pada ayam atau kalkun. Avian Paramyxovirus tipe-3 (PMV-3) dapat ditemukan pada burung peliharaan dan kalkun di kanada, USA, UK, Perancis dan Jerman (Fenner,1993).
Berdasarkan atas virulensinya, maka virus ND dapat dibedakan menjadi galur velogenik, mesogenik dan lentogenik. Pembagian tersebut berdasarkan atas waktu kematian embrio setelah disuntik oleh virus ND tertentu melalui selaput alantois . waktu kematian embrio untuk galur velogenik adalah kurang dari 60 jam , galur mesogenik sekitar 60-90 jam dan galur limtogenik lebih dari 90 jam . berbagai galur virus ND tersebut dipakai untuk menyatakan virys yang sangat virulen, moderat virulen dan kurang virulen. Semua avian paramyxovirus tumbuh didalam telur ayam bertunas. Berbagai isolat dan starain virus ND berbeda dalam kemampuan dan waktu yang dibutuhkan untuk membunuh telur ayam bertunas. Pada ayam , patogenesitas dari virus ND terutama dipengaruhi oleh galur virus ND, rute infeksi, umur ayam dan kondisi lingkungan (Tabu, 2000).
Virus ND yang terutama bereplikasi di dalam salauran pencernaan akan menyebabkan adanya feses yang tercemar oleh virus tersebut. Penularan virus ND juga dapat terjadi secara oral akibat ingesti feses yang mengandung virus tersebut ataupun secara tidak langsung melalui pakan atau minuman yang tercemar atau perinhalasi akibat menghirup partikel feses yang mengering (Fenner, 1993).
Penularan virus ND dapat secara langsung dari ayam yang sakit ke ayam yang peka, tetapi dapat juga terjadi secara tidak langsung melalui bahan, alat atau pekerja yang tercemar virus tersebut. Cara penularan virus ND dari ayam yang sakit ke ayam yang peka tergantung pada tempat bereplikasi dari virus tersebut. Ayam yang menunjukkan gejala gangguan pernafasan akan menyebabkan adanya udara bercampur titik air yang mengandung virus ND yang berasal dari mukus ayam sakit. Penularan virus ND dapat terjadi secara inhalasi (Tabu, 2000).
Virus ND dapat ditemukan dalam telur ayam yang terinfeksi virus tersebut tapi penularan secara transovarial mungkin tidak terjadi oleh karena embrio sudah mati sebelum telur menetas. Virus ini juga dapat menembus kerabang telur untuk menginfeksi embrio(Fenner, 1993).

v HEMAGLUTINASI DAN PENGHAMBATAN HEMAGLUTINASI
Virion dari beberapa keluarga virus berikatan dengan sel darah dan menyebabkan hemaglutinasi. Bila antibodi spesifik dan virus dicampur sebelum ditambahi sel darah merah, hemaglutinasi akan dihambat. Uji penghambatan hemaglutinasi ternyata sensitif kecuali untuk togavirus, sangat spesifik, karena uji itu mengukur antibodi yang berikatan pada protein permukaan yang paling gampang mengalami perubahan antigenik. Di samping itu, uji ini sederhana mengidentifikasi isolat dari virus yang menyebabkan hemaglutinasi(Fennner, 1993).
Beberapa virus mampu mengaglutinasikan sel darah merah. Kemampuan ini sebagai contoh dari aktivitas biologik dan aktivitas ini dapat dihambat oleh antibodi tertentu. Sisi partikel virus yang spesifik dapat berinteraksi dengan reseptor mukoprotein pada sel darah merah dan permukaan sel lain. Interaksi dari sisi reseptor dan virion membuat aglutinasi sel darah merah menjadi tampak. Enzim virus neuraminidase memecah ikatan antara virus dan sel, dan melepas keduanya ke dalam larutan. Antigen adalah bagian virus yang mengandung ikatan dan antigen dari virus digunakan untuk uji hemaglutinasi(Stephen, 1980)
Virus-virus Avian dapat mengaglutinasi sel darah merah, termasuk didalamnya NDV (Newcastle Disease Virus), Virus influensa dan virus adenovirus127. Hambatan dari aglutinasi oleh antibodi spesifik merupakan dasar dari uji HA dan HI cepat pada kaca benda. Uji HA dan HI cepat pada kaca benda merupakan uji yang sesuai dan cepat dilakukan yang penerapannya lebih luas untuk kontrol berbagai penyakit Avian seperti Newcastle Disease maupun Micoplasmosis.Tes HA positif akan menunjukkan adanya suspensi agregat eritrosit yang berkeping-keping. HI cepat pada kaca benda menunjukkan positif apabila tidak terlihat aglutinasi pada cairan korioalantois yang diberi antiserum NDV. Uji HA cepat biasanya dipakai untuk mengidentifikasi virus yang mampu menghemaglutinasi eritrosit ayam. Sedang uji HI cepat biasanya dipakai untuk identifikasi NDV. Uji HA lambat digunakan untuk mengetahui titer virus, kemampuan virus dalam menginfeksi yang ditandai dengan adanya hemaglutinasi eritrosit. Titer virus dapat diketahui dengan melihat sumuran terakhir pada nomor tertinggi ( end point ) yang menunjukkan adanya hemaglutinasi positif. Hal itu ditandai dengan adanya agregat-agregat di dasar sumur (Stephen, 1980).
Prinsip dari uji HI lambat adalah mengetahui adanya antibodi yang mampu menghambat proses hemaglutinasi oleh virus. Uji ini untuk menentukan titik antibodi terhadap hemaglutinasi NDV. Bila terdapat antibodi dalam jumlah mencukupi untuk membentuk kompleks dengan virion, hemaglutinasi dihambat, dan eritrosit mengendap. Sebaliknya bila antibodi terdapat dalam jumlah yang tidak mencukupi maka eritrosit diaglutinasi oleh virus dan membentuk endapan (Allan, 1978).
Hemaglutinasi oleh virus ND dapat dihitung dan di bawah kondisi standar dalam cairan dapat di lihat. Reaksi HA dapat di hambat oleh serum immune yang spesifik. Beberapa strain virus ND dapat ditunjukkan virulensinya dalam aktivitas HA dengan eritrosit mamalia dan dalam panas yang stabil. Antigen yang tidak signifikan tidak dapat dilaporkan(Purchase, 1979).

v AGAR GEL PRESIPITATION ATAU UJI PRESIPITASI AGAR
Presipitasi antigen oleh antibodi dapat pula terjadi pada medium semisolid yang biasa dipakai yaitu agar. Uji ini disebut agar gel presipitation test. Prinsip dari uji ini yaitu adanya ikatan antibodi spesifik dengan antigen. Uji ini dapat disebut juga dengan double immunodifution test atau ouchterlony´s double difution yang menempatkan antigen antibodi pada agar murni yang terpisah dalam cawan petri. Dapat ditemukan bahwa Ag + Ab menyebar ke dalam agar murni. Dan pada awal pembentukan pita presipitasi disebabkan karena adanya keseimbangan rasio antara Ag-Ab. Jika terjadi kelebihan antigen, maka pita presipitasi yang terbentuk akan bergerak mendekati sumuran antibodi. Meskipun terjadi difusi yang radial dari sumuran, pita presipitasi tampak seperti lengkungan diantara sumuran Ag-Ab(Allan, 1978).Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi di antara ikatan antigen dan antibodi yaitu berat molekul, bentuk, konsentrasi antigen dan antibodi dan suhu yang meningkat (Purchase, 1979).

v INOKULASI VIRUS
Walaupun ditemukan banyak tehnik diagnosis secara cepat untuk penyakit virus, isolasi virus masih merupakan standar emas yang harus di pakai bandingan bagi metode yang lebih bagus. Di samping itu, isolasi virus merupakan satu-satunya metode yang dapat mendeteksi, dengan mengidentifikasi virus yang sudah diketahui sebelumnya atau bahkan menemukan agen yang sepenuhnya baru (Fenner, 1993).

Virus dapat di tanam melalui tiga cara yaitu
1. IN VIVO
Dengan cara ini virus dapat ditanam pada hewan laboratorium yang peka. Metode ini merupakan metode yang pertama kali dalam menanam virus. Metode ini dapat digunakan untuk membedakan virus yang dapat menimbulkan lesi yang hampir mirip misalnya FMDP atau Vesikular Stomatitis pada sapi. Hewan laboratorium yang digunakan antara lain mencit, tikus putih, kelinci ataupun marmut
2. IN OVO
Metode ini merupakan penamaan virus pada telur ayam yang berembrio.
Metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara :
v Inokulasi pada ruang korioalantois
Biasanya digunakan embrio ayam dengan umur 10-12 hari. Jarum dimasukkan ¾ inci dengan sudut 45º dan diinjeksikan 0,1-0,2 ml virus yang akan diinokulasikan. Setelah 40-48 jam cairan telur yang sudah diinkubasi dapat di uji untuk hemaglutinasi dengan membuat lubang kecil pada kerabang di pinggir dari rongga udara. Dengan alat semprot yang steril dan jarumnya, diambil 0,1-0,2 ml cairannya. Campur 0,5 cairan telur dengan perbandingan yang sama dari 10% suspensi dari sel darah yang di cuci bersih dalam plate. Putar plate dan lihat aglutinasi setelah 1 menit.
Cairan alantois yang terinfeksi di panen setelah 1-4 hari inokulasi dilakukan. Untuk mencegah darah dalam cairan, embrio disimpan semalam dalam suhu 4ºC kemudian injeksi kerabang dekat rongga udara dan buka kerabang tersebut dengan pinset steril. Membran di tekan ke atas yolk sack dan cairan di ambil dengan spuit an dimasukkan ke dalam cawan. Kultur cairan tersebut untuk menghindari cairan terkontaminasi bakteri (Stephen, 1980).
v Inokulasi pada membran korioalantois
Inokulasi pada embrio umur 10-11 hari adalah yang paling cocok. Telur diletakkan horisontal di atas tempat telur. Disinfektan kerabang disekitar ruang udara dan daerah lain di atas embrio telur. Buat lubang pada daerah tersebut dan diperdalam lagi hingga mencapi membran kerabang. Virus diinokulasikan pada membran korioalantois dan lubang ditutup dengan lilin dan di inkubasi. Setelah 3-6 hari korioalantois membran yang terinfeksi dapat di panen dengan mengeluarkan yolk sack dan embrio secara hati-hati tanpa membuat membran lepas dari kerabang. Area inokulasi dapat di lihat dengan adanya lesi pada CAM sebelum dilepas dari kerabang.
v Inokulasi pada yolk sack
Inokulasi dilakukan pada embrio umur 5 - 7 hari. Post inokulasi di inkubasi selama 3-10 hari. Virus di inokulasikan pada bagian yolk sack dan dijaga jangan sampai terkontaminasi bakteri.
3. IN VITRO
Inokulasi virus dengan metode ini dilakukan dengan menanam virus pada kultur jaringan. Secara umum kultur jaringan terdiri dari jaringan hidup yang di ambil secara aseptis dari hewan hidup, setelah itu jaringan di campur dengan plasma, serum,Ekstrak jaringan dan suspensi yang dilakukan dalam garam buffer yang kemudian di simpan di dalam tabung atau botol. Virus kemudian diinokulasikan dan diinkubasikan 2-5 hari (Stephen, 1980).
v PERKEMBANGAN VIRUS DALAM TELUR BEREMBRIO
Telur ayam berembrio telah lama merupakan sistem yang telah digunakan secara luas untuk isolasi, perkembangan dan karaterisasi avian virus serta untuk memproduksi vaksin virus. Embrio dan membran pendukungnya menyediakan keragaman tipe sel yang dibutuhkan untuk kultur berbagai tipe virus yang berbeda. Keberhasilan dalam mengisolasi dan mengembangkan virus tergantung pada beberapa kondisi yaitu: rute inokulasi, umur embrio, temperatur inkubasi, waktu inkubasi setelah inokulasi, volume dan pengenceran dari inokulum yang digunakan,status imun kelompok dimana telur ayam berada(Purchase,1989 )Telur sebaiknya berasal dari kelompok yang bebas dari patogen spesifik ( spesific pathogen free flock )atau jika tidak mungkindapat menggunakan telur dari kelompok bebas antibodi NDV. Penggunaan telur dari kelompok antibodi positif akan mengurangi kemampuan virus untuk tumbuh dan berhasilnya isolasi virus. Sejalan dengan banyaknya sistem untuk isolai virus, dibutuhkan cara untuk mendeteksi infeksi virus. Bukti tidak langsung dari infeksi virus pada embrio ayam dapat diketahui dari satu atau lebih kejadian berikut yaitu : kematian embrio, pembentukan lesi pada CAM seperti edema atau perkembang plak, lesipada embrio seperti kekerdilan , hemoragi cutaneus, perkembangan otot dan buku yang abnormal, abnormalitas pada organ visceral termasuk pembesaran hepar dan lien, perubahan warna kehijauan pada kaki,focinekrotik pada hepar. Metode yang langsung dan pasti untuk infeksi virus pada embrio ayam meliputi : kemampuan cairan amnionallantois dan untuk menyebabkan hemaglutinasi dari RBC ayam, penggunaan teknik serologis dan molekular, mikroskop elektron. Harus diperhatikan untuk dapat membedakan lesi yang mungkin disebabkan oleh adanya bakteri dan agen lain (Purchase , 1989 ).
Struktur telur embrio
Langsung dibawah cakang telur terdapatmembran kulit telur yang fibrinous. Membran membatasi seluruh permukaan dalam telur dan membentuk rongga udara pada sisi tumpul telur. Membran kulit telur bersama dengan cangkan telur membantu mempertahankan intregitas mikrobiologi dari telur, sementara terjadinya difusi gas kedalam dan keluar telur. Distribusi gas didalam telur dibantu dengan pembentukan CAM yang sangat bervaskuler yang berfungsi sebagai organ respirasi embrio. Pembentukan membrqan ini terjadi berdekatan dengan membran telur sepanjang telur. Selama pembentukan, membran membentuk ruangan yang relatif besar disebut kantong allantois yang mengandung 5-10 ml cairan allantoic. Embrio secara langsung dikelilingi oleh membran amnion yang membentuk kantong amnion yang berisi 1-2 ml cairan amnion. Embrio melekat pada kantoing kuning telur yang berlokasi kira-kira ditengah telur dan menyuplai kebutuhan nutrisi untuk perkembangan embrio
( Purchase, 1989 ).

Asal telur dan prosedur sebelum inkubasi
Telur ayam fertil kurang dari satu minggu harus berasal dari kelompok yang sehat, aktif, dan bebas patogen ( SPF, spesific patogen free ) yang secara teratur diperiksa untuk virus unggas dan bakteri patogen pada umumnya. Telur berembrioyang digunakan dapat berasal dari spesies lain, misalnya : puyuh, bebek, kalkun. Pada induk yang imun antibodi dapat ditemukan pada kuning telur. Telur dari induk ayam yang positifantibodi dapat digunakan untuk isolasi dan perkembangan bila rute inokulasi selain melalui kantong kuning telur. Prosedur isolasi harus selesai sebelum embrio mencapai umur 15 hari inkubasi ( waktu dimana antibodi mulai diabsobsi oleh embrio dan bersirkulasi dalam virus ). Empat rute yang paling umum untuk inokulasi pada telur berembrio melalui ruang allantois, kantung kuning telur,CAM,dan kantong amnion(Purchase,1989)



III. MATERI DAN METODE
A. Uji Hemaglutinasi (HA), Uji Hemaglutination Inhibition (HI) dan Uji Presipitasi Agar (UPA)
Ø Materi
a. Alat :
- Kaca benda
- Tusuk gigi
- Kotak pembaca aglutinasi
- Pipet 1 ml dan 5 ml
- Pelat mikro
- Oven
- Pipet mikro

b. Bahan :
- Cairan korioalantois
- Eritrosit ayam 0,5 % dan 2,5 %
- PBS (Phosphat Buffer Saline) pH 7
- Serum pekat
- Virus
- Larutan agar
- 8,5 % NaCl
- 0,1 % Phenol
Ø Metode

§ HA cepat pada kaca benda
Teteskan setetes cairan korioalantois diatas kaca benda
l
Teteskan setetes suspensi eritrosit ayam 2,5 % di dekat tetesan cairan korioalantois, ditempat yang berjauhan teteskan pula suspensi eritrosit ayam sebagai kontrol
l
Campur cairan korioalantois dan suspensi eritrosit ayam dengan menggoyang-goyangkan kaca benda atau dengan batang korek api, tusuk gigi atau aplikator
l
Tunggu 5 menit
l
Periksa di atas kotak pembaca aglutinasi
l
HA + akan terlihat adanya suspensi agregat eritrosit yang tampak berkeping-keping
l
Bandingkan dengan kontrol, tetesan eritrosit yang tidak dicampur dengan cairan korioalantois

§ HI cepat pada kaca benda
Teteskan setetes cairan korioalantois di dua tempat yang terpisah 2 cm pada kaca benda
l
Teteskan setetes serum anti NDV pada salah satu tetesan cairan korioalantois, campur dan tunggu 5 menit
l
Teteskan eritrosit ayam pada kedua tetesan, campur, tunggu 5 menit, amati di atas kotak pembaca aglutinasi
l
Bila pada tetesan yang diberi serum anti NDV tidak terlihat aglutinasi dan tetesan lain menunjukkan aglutinasi maka virus yang diuji NDV. Bila keduanya ada aglutinasi berarti virus yang tumbuh bukan NDV
l
Kalau tidak ada aglutinasi pada keduanya, dan bila ada pertumbuhan virus berarti bukan virus yang mampu mengaglutinasi eritrosit ayam

§ HA lambat dengan pelat mikro
Isi lubang no. 1-12 pada pelat mikro dengan PBS 0,05 ml
l
Pada lubang yang pertama dimasukkan cairan alantois 0,05 ml dengan pipet mikro, campur pakai diluter
l
Pindahkan 0,05 ml campuran dari lubang pertama ke lubang kedua dengan diluter, dan dari lubang kedua dipindahkan ke lubang ketiga dan seterusnya sampai lubang ke-11. Dari lubang ke-11 tidak dipindahkan ke lubang 12 tapi dibuang
l
Masukkan eritrosit ayam 0,5 % sebanyak 0,05 ml ke lubang 1-12
l
Tunggu sampai lubang ke-12 terjadi endapan eritrosit, pembacaan dimulai

§ HI lambat dengan pelat mikro
Masukkan 0,025 ml PBS ke lubang 1-12 menggunakan pipet/dropper 0,025 ml
l
Masukkan serum pekat 0,025 ml ke lubang pertama, campur memakai diluter 0,025 ml, masukkan ke lubang ke-2 dan seterusnya sampai lubang ke-10
l
Masukkan PBS 0,025 ml hanya pada lubang 1 dan 12
l
Masukkan virus 4 HA pada lubang 2-11 sebanyak 0,025 ml menggunakan pipet 0,025 ml
l
Campur dengan menggoyangkan plate, tunggu 30 menit
l
Masukkan eritrosit ayam 0,5 % sebanyak 0,05 ml ke lubang 1-12
l
Tunggu sampai lubang 12 terjadi endapan eritrosit, pembacaan dimulai (30-60 menit)

§ Uji Presipitasi Agar
Buat lapisan tipis agar pada kaca benda, bersihkan kaca benda dari kotoran dan lemak baru ditambahkan 3 ml 0,3 % larutan agar dalam air yang dipanaskan pada penangas air mendidih.. Setelah padat kaca benda ditaruh dalam oven 80°C atau tempatkan dalam inkubator 37°C sampai agar kering
l
Tempatkan kaca benda yang sudah dilapisi agar pada tempat yang datar. Tambahkan larutan agar 1 % dalam 8,5 % NaCl dalam PBS, tambahkan phenol sebagai pengawet, biarkan agar mengeras
l
Buatlah beberapa sumuran
l
Teteskan 0,05 ml anti NDV di tengah sumuran dan pada sumuran disekitarnya ditetesi 0,05 suspensi NDV
l
Tempatkan kaca benda pada cawan petri dengan kertas/kapas basah dan batang kaca untuk menempatkan kaca benda
l
Tempatkan cawan petri diatas meja datar, amati adanya presipitasi di antara sumuran antigen dan anti serum. Perhatikan adanya garis-garis presipitasi, garis identitas dan non identitas
B. Inokulasi Virus Pada Telur Berembrio
Ø Materi
a. Alat :
- Pompa suntik 1 ml dan 5 ml dengan jarum ukuran 27/28
- Lampu teropong
- Bor untuk melubangi telur
- Bejana gelas, cawan petri, nampan (stainless steel), nampan telur (egg tray), tabung reaksi, lampu spiritus, usa, safeti cabinet, kanule.


b. Bahan :
- Telur ayam berembrio
- Larutan/suspensi antibiotika
- Larutan PBS pH 7,2
- Kaldu alkalis
- Parafin padat
- Alkohol 70 % dengan preparat Iodium organik

Ø Metode

Periksa telur-telur berembrio yang telah dieramkan 10-14 hari dengan lampu di kamar gelap, apakah mati atau hidup
l
Telur-telur berembrio yang hidup diberi tanda dengan pensil dimana letak kepala embrio dan batas rongga hawa
l
Ambil telur yang akan diinokulasikan, suci hamakan kutub yang mengandung ruang hawa dan kerabang di atas embrio yang telah diberi tanda tadi dengan menggosokkan Iodium tincture atau alkohol 70 % ditambah boicid/betadine
l
Buatlah lubang di atas embrio dan di kutub yang mengandung ruang hawa dengan memakai bor kecil atau gerinda
l
Inokulasikan 0,1 ml suspensi virus yang telah disiapkan dengan mempergunakan kanule yang cukup halus ke dalam ruang alantois
l
Lubang ditutup dengan parafin yang sudah dicairkan, lubang di kutub juga ditutup dengan parafin
l
Eramkan telur berembrio tersebut selama 2-3 hari dalam mesin tetas

IV. HASIL
a. Uji HA cepat pada kaca benda
v Eritrosit ayam + cairan korioalantois ® tampak suspensi agregat eritrosit
v Eritrosit ayam tanpa cairan korioalantois ® tidak ada suspensi agregat eritrosit

b. Uji HI cepat pada kaca benda
v Cairan korioalantois + serum anti NDV + eritrosit ayam ® tidak terjadi aglutinasi
- Cairan korioalantois + eritrosit ayam ® tampak adanya aglutinasi
c. Uji HA lambat pada pelat mikro
Urutan
Aglutinasi sampai pelat no
Titer virus

48

Rata-rata titer = 48/4
= 12
Dalam 0,2 ml cairan alantois terdapat 12 HA unit virus

d. Uji HI lambat pada pelat mikro
Urutan
Aglutinasi sampai pelat no
Titer virus
22


Rata-rata titer antibody = 22/4
= 5,5

e. Uji presipitasi agar Tidak terbentuk garis presipitasi berwarna putih diantara serum dan antigen ( virus)
f. Penanaman telur ayam berembrio dan panen cairan alantois
V . PEMBAHASAN
Uji HA cepat
Tujuan dari uji HA adalah mengetahui kemampuan virus untuk mengaglutinasi virus. Untuk uji HA cepat maka virus dalam cairan allantois diteteskan ke kaca benda, kemudian didekat tetesan tersebut diteteskan suspensi eritrosit ayan 23,5% dan satu tetes lagi di tempat yang berlainan sebagai control. Campurkan virus dengan eritrosit tunggu lima menit dan amati apakah ada agregat atau tidak. Dalam praktikum nampak eritrosit hancur berkeping – keeping karena adanya proses hemaglutinasi dari protein hemaglutinin virus terhadap eritrosit. Virus memiliki protein hemaglutinin yang mampu mengaglutinasi eritrosit.
UJI HA lambat
Pada uji HA lambat dapat diamati bentuk hemaglutinasi eritrosit pada dasar tabung yang berbentuk seperti bunga. Untuk uji HA lambat teramati reaksi hamaglutinasi pada pelat mikro rata – rata sampai pelat yang ketiga dan keempat. Titer virus yang diperoleh rata – rata adalah 12 HA unit virus jadi dalam 0,2 ml cairan allantois diperoleh terdapat virus 12 HA unit ( HA unit adalah satuan penghitungan virus). Interpretasi dari data adalah jika titer virus tinggi maka prognosanya kurang baik karena infeksi yang berjalan dalam tubuh berlangsung signifikan. Pada uji ini bisa jadi reaksi aglutinasi yang terjadi sudah tidak akurat lagi karena pengamatan dilakukan sudah agak lama setelah terjadinya proses reaksi aglutinasi sehingga bisa jadi tercampur dengan reaksi elusi karena virus juga memiliki protei neuraminidase yang mampu mengelusi reaksi aglutinasi yang sudah jadi.
UJI HI cepat
Prinsip HI adalah dengan uji ini diharapkan reaksi aglutinasi dari protein virus dapat dicegah dengan antibodi antigen yang terdapat dalam serum. Pada uji cepat terlihat darah tidak mengalami aglutinasi karena antigen virus yang mengaglutinasi yaitu agglutinin diikat oleh antibody dalam serum sehingga tidak memiliki kemampuan untuk mengaglutinasi.
UJI HI lambat menggunakan pelat mikro
Pada uji lambat digunakan pelat mikro sebanyak 4 baris, hal ini dimaksudkan agar hasil yang didapat lebih akurat yaitu dengan merata- ratakan hasil yang didapat dari tiap baris.
Pada uji HI lambat control virus adalah lubang no 11, control eritrosit adalah lubang no 12 dan control serum adalah lubang no 1. Uji ini dapat digunakan untuk menentukan titer antibody yang ada dalam serum darah ayam dan mampu digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kekebalan ayam terhadap virus tersebut. Pada praktikum digunakan virus 4 HA yaitu virus yang sudah mengalami pengenceran 3 x dengan cara mencampur 1 bagian virus dengan 3 bagian pengencer. Setelah 30 menit kemudian diadakan pembacaan dengan cara memiringkan lubang 450. Pada uji ini diperoleh hasil yang bervariasi. Eritrosit yang meleleh pada deret E, F, G, H berturut- turut adalah 2, 3, 1, 3 dengan demikian titer yang diperoleh adalah rata – rata 5,5. Interpretasi dari data adalah jika titer antibody terhadap ND tingi maka prognosanya baik karena tubuh mempunyai respon yang baik dalam upaya untuk mengatasi gangguan infeksi.

UJI Agar Gel Presipitasi
Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah serum atau antibody yang ditest merupakan antibody spesifik terhadap virus digunakan yang telah diketahui. Uji ini dapat pula digunakan untuk mengetahui virus spesifik yang dapat bereaksi dengan antibody yang telah diketahui. Jadi proses reaksinya dapat dibalik. Pada uji agar gel presipitasi digunakan pure agar dari Euchemia spinosum. Reaksi positif akan ditunjukkan dengan adanya garis presipitasi yang berwarna putih yang ada antara antibody dengan virus yang digunakan. Hal ini terjadi karena virus atau antigen dapat berdifusi melalui pori-pori gel dan bereaksi. Virus yang memiliki kecocokkan dengan jenis antibody yang digunakan akan bereaksi positip dengan membentuk ikatan antigen-antibodi berupa garis presipitat berwarna putih.
Pada praktikum tidak ditemukan adanya garis presipitat warna putih, hal ini dimungkinkan disebabkan karena kesalahan prosedur uji, factor- factor eksternal seperti kelembapan, suhu, konsentrasi atau factor internal seperti ketidak cocokkan antara virus dengan antibody yang digunaka sehingga tidak ada reaksi antigen-antibodi.
Kelembaban harus sesuai untuk interaksi virus dengan antibodi. Jika kelembaban rendah maka agar akan cepat kering sehingga pori – pori mengecil dan antigen –antibodi tidak bisa bereaksi dan difusi tidak bisa berjalan secara maksimal. Suhu yang cocok juga harus dipertimbangkan karena suhu dapat berpengaruh terhadap kelembaban, suhu yang baik adalah suhu kamar antara 27- 300 C dan sesuai dengan suhu dimana virus dapat bertahan dan survive. Konsentrasi antigen dan antibodi akan menentukan apakah masing – masing memiliki kecukupan jumlah molekul sehingga virus dapat berikatan. Antibodi dan antigen yang cocok menentukan ada tidaknya garis presipitasi. Konsentrasi agar menentukan lebarnya pori – pori, sehingga menentukan kemampuan difusi dari antigen dan antibodi, pH akan mempengaruhi kestabilan struktur antigen antibodi yang keduanya merupakan protein.
Inokulasi telur dengan virus ND
Praktikum ini digunakan untuk mengetahui kultur virus dengan menggunakan telur. Kultur virus dapat dilakuka dengan cara invivo yaitu dalam hewan percobaan, secara inovo dengan menggunakan telur dan secara invitro dengan menggunakan kultur sel. Percobaan menanam virus ND dilakukan dengan telur usia 9-10 hari karena pada waktu tersebut telur berembrio dalam kondisi aviabilitas dan sensitivitas paling baik untuk penanaman virus. Digunakan telur SPF dari induk yang gnotobiotik. Telur ini dinilai steril dan dapat digunakan untuk inokulasi dengan baik tanpa adanya kontaminasi dari berbagai parasit ataupun bakteri yang dapat ditularkan dari induk jika induk pernah terinfeksi atau mendapatkan antibody kekebalan dari induk. Virus hanya mampu bereplikasi dalam sel yang hidup karena dalam sel yang mati atau bahan sintetis biasanya virus hanya sebaga partikel inert yang tidak memiliki respon reaksi terhadap lingkungan sekitarnya.
Sebelum digunakan telur diteropong, hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui apakah telur mengandung embrio yang sehat dan hidup. Adanya embrio dapat dilihat dari adanya pergerakan dalam telur saat diteropong, demikian juga adanya pembuluh darah yang nampak lebih besar. Setelah diteropong dan dipastikan telur berembrio hidup maka telur diberi betadin / iodine dulu sebagai desinfektan agar tidak terjadi kontaminasi saat penanaman virus. Lalu dibor dan virus diinjeksikan pada rongga korioallantois. Lalu ditutup menggunakan paraffin solidum agar pertumbuhan virus tanpa kontaminasi dari lua rdan diinkubasi selama 2-3 hari dengan posisi tegak rongga udara berada diatas.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kondisi pertumbuhan virus adalah rute inokulasi, umur embrio, temperature inkubasi, lama waktu inkubasi, volume dan pengenceran inokulum, yang digunakan, status imun dari induk atau kelompok darimana telur berasal.

Membuka telur ayam
Cara membuka embrio adalah dengan cara menggunakan pinset embrio dibuka pada bagian rongga udara lalu selaput corioallantois dibuka, embrio dipinggirkan dengan menggunakan pinset dipinggirkan embrionya untuk mendapatkan rongga korioallantois. Kemudian cairannya diambil dengan menggunakan spuit.
Embrio telur diambil dan diamati, tapi dalam praktikum kita tidak bisa membandingkan dengan embrio normal karena embrionya dari telur control tidak ada.

V. KESIMPULAN
1. Virus ND (Newcastle Disease) diinokulasi pada ruang chorio - alllantois.
2. Telur diinokulasi virus ND (Newcastle Disease) tanpa embrio mengalami hemorrhagi.
3. Virus dapat dikumpulkan dengan mengambil cairan allantois.
4. Pada uji hemaglutinasi (HA) cepat terjadi hemaglutinasi eritrosit ayam oleh virus ND (Newcastle Disease) yang ditunjukkan dengan adanya agregat atau presipitat.
5. Pada uji HI lambat dapat ditentukan titer antibodi adalah 5,5 dan titer virus adalah 12 HA unit virus.
6 Pada uji presipitasi agar (UPA) tidak terbentuk garis presipitasi.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel